

Tak jelas benar, siapa dan kapan topi adat itu diperkenalkan. Yang pasti, sejak jaman dulu hingga sekarang, bentuk blangkon masih tetap seperti itu-itu saja.Penggunaan pakaian tradisional Jawa lengkap dengan blangkon masih banyak dijumpai dalam resepsi perkawinan. Bila kaum pria mengenakan tutup kepala blangkon, yang wanita biasanya mengenakan rambut palsu yang dibentuk bulat yang disebut gelung (dalam bahasa sehari-hari).
Hampir semua petinggi pemerintahan, Budayawan, bahkan Artis seperti Jamrud-pun pernah memakai blangkon untuk sebuah sesi pemotretan.Dari sanalah kita tau bahwa Blangkon di negara kita tercinta ini sangat populer, namun, hanya segelintir orang yang tau proses pembuatan blangkon, apalagi sampai membuatnya.


Di ruang petak berukuran 5x3 meter, mereka memainkan jari-jemari, menempelkan potongan kain batik satu demi satu ke kain hitam yang terlebih dahulu telah di paskan ke batok kelapa. "penggunaan batok kelapa adalah supaya ukuran dari blangkon yang di buat pas ke kepala manusia" ungkap Sugiarto.
Proses pembuatan Blangkon tidaklah sesulit yang di kira, pada intinya adalah tempel menempel batik ke "cetakan" batok, namun hal yang terlihat sangat mudah ini ternyata membutuhkan ketelitian serta kecekatan tangan untuk mendapatkan sebuah hasil yang rapi. "saya baru dapat membuat blangkon secara baik setelah belajar sekitar sebulan" ungkap anto.

Sugianto dan Anto hanya di upah Rp 1.000 untuk setiap satu Blangkon yang mereka buat, namun dari tangan mereka dan rekan-rekan sejawatnya, satu budaya akan tetap ada.

teks dan foto (Akbar Nugroho Gumay)